Hari ini selesai aku baca buku Dilan-nya Pidi Baiq.
Penulis yang jujur. Paling tidak itu yang kupikirkan setelah dua kali membacanya, di Jakarta juga di Manila. Itu kulakukan karena awalnya aku lebih dahulu membaca buku kedua, baru buku pertamanya. Dan kali ini aku memulai dengan sebaliknya.
Milea beruntung sekali pernah merasa sangat menjadi perempuan teristimewa, walau sebentar. Hanya hitungan tak lebih setahun. Yah. Paling tidak ia tahu, pernah ada lelaki yang begitu tinggi cita rasanya pula cinta rasanya untuknya. Ada pernah kudengar, itu kisah nyata. Tapi tak kucari pembenaran itu. Tak penting. Yang kutahu, cerita dan seluruh perwatakan tokohnya nyata. Dan membius. Tidak mematikan. Gelora masa remaja yang tidak akan pernah menjemukan, bagi yang merasakan. Kuyakin kalian setuju jika kalian pernah membacanya. Bagaimana tidak, kisah pemuda berseragam mana yang bisa menyerupai jalan cerita mereka--Dilan juga Milea?
Mungkin ada Ratna dan Galih, itu pun cuma romansa, tidak lebih. Mungkin karena tidak dieksplor detilnya, mungkin. Dan dikenal juga diingat karena abadi lewat lagu yang ditembangkan penyanyi legenda Indonesia, Chrisye.
Atau Cinta dan Rangga, hm, mereka menarik, tapi aku lebih suka Dilan. Ya, Rangga keren dengan segala tingkahnya. Penyair yang karismatik, mata yang tajam, otak yang penuh dengan segala pemahamannya dari buku-buku yang dibacanya, teguh pendirian, dan caranya menjatuhkan hati Cinta hingga dalam entah ke mana pun--tidak biasa dan jitu. Rangga, pemuda SMA yang tak biasa dan menarik. Kau tahu kenapa kugunakan kata menarik? Sebab menarik petanda tak akan menjemukan. Dan ya, sekarang akan ada versi kisah barunya. Tim produksi film-aku lupa nama rumah produksinya- sedang sibuk menyelesaikan film versi lanjutannya, Ada Apa Dengan Cinta. Semoga tak berbeda judul (karena sejauh yang kutahu mereka hanya menambahkan angka 2 pada judul versi pertama). Dan pasti, bukan aku sendiri yang berharap kisah selanjutnya nanti akan lebih berkesan. Ya, paling tidak harus sekeren versi pertama. Kutunggu.
Tapi menarik, ya kata menarik untuk itu film. Tapi, ah, Dilannya Pidi Baiq lebih menarik. Dan, ah, Dilannya Pidi Baiq ini bingung juga aku mau berekspresi. Menggemaskan dan menghanyutkan! Mungkin kalian bisa bilang aku berlebihan. Terserah. Kita punya pandangan berbeda karena manusia harus berbeda, dan berbeda itu baik juga keren, toh?! ;-)
Dan ya, Dilannya Pidi Baiq ini menggemaskan dan menghanyutkan! Pidi Baiq, semoga aku tidak akan bertemu lagi dengan lelaki seperti Dilan!
Ya, lagi. Jelas bukan persis di dalam kedua bukunya. Berbeda tentu. Tapi ya aku seakan Milea, yang jatuh sedalam-dalamnya hingga ke dasar. Bukan di sekolah, dan tidak semenarik pertemuan Dilan juga Milea di jalan Milea di Bandung. Tak selama dan tak setragis akhir kisah Milea juga Dilan yang ada di dalam kedua buku itu.
Aku mungkin tidak melewati waktu juga posisi yang sama dengan Milea. Lebih sederhana, namun rumit pada hubungannya. Dan hubungan yang rumit itu biasa. Lumrah. Wajar. Wajar karena sudah berkali-kali kualami. Senang rasanya bisa mengalami semua itu. Remajaku-hidupku hidup. Walau sekarang aku juga tidak yakin penuh aku hidup untuk hidup. Untuk menjadi manusia yang dimanusiakan. Tapi biarlah, belum masanya aku mati, aku hanya belajar untuk hidup untuk mati. Toh semua manusia juga begitu, 'kan ? Jika tidak, biarlah, bukan urusanku.
Mungkin bisa dikata saat itu aku bukan lagi remaja, lebih tepatnya transisi menjadi manusia dewas--walau aku tak pernah setuju bahwa dewasa itu ada, hanya istilah untuk manusia yang di atas usia 17 atau 18 untuk di luar negeri. Sikap, pemikiran, kebiasaan dapat terlakukan dengan sewajarnya. Maka dari itu, aku tak pernah menuntut seseorang untuk bersikap demikian (dewasa). Sebab bagiku, manusia-normal, bersikap dan berpikirlah sesuai usianya saja. Lebih atau aneh, silakan, itu seru dan tidak buruk. Karena, lagi, buruk pula baik hanya istilah dibuat oleh kita, manusia. Iya, tidak? Jika tidak, tak apa. Bukan urusanku.
Ah, Dilannya Pidi Baiq ini benar-benar menggemaskan dan menghanyutkan. Tidak jarang aku terhempas ketika membacanya. Sederhana sekali sehingga kau tidak terhambat menyelam untuk lebih merasakan cerita juga plot-plot di dalamnya. Menyebalkan!
Milea, siapapun kau, berterima-kasihlah dan terima kasih kuucapkan. Pada dia si Dilan yang kasihnya kau teguk dalam. Pada Pidi Baiq yang mewakilimu untuk bersuara tanpa bunyi. Yang sehingga, mungkin saat ini sudah dan semakin banyak wanita akan lebih bijaksana dalam menjadi diri sebagai seorang perempuan.
Dan kau Dilannya Pidi Baiq, terima kasih pernah ada untuk Milea dan selalulah keren. Entah kalian hanya penokohan, entah nyatanya kalian hidup, ini meyakinkanku bahwa adanya kalian itu adalah Pencipta yang keren sekali. Entah Pidi Baiq, entah Pencipta, tak kuambil pusing. Yang tentu, kalian menggemaskan dan menghanyutkan!
Karena itu aku, malam ini di rumah temanku yang sedang kujaga karena sedang sakit, duduk menulis semua ini agar sedikit tersalurkan rasa gemas yang menghanyutkanku pada lelaki yang ah, jiwanya persis seperti Dilan. Kelahiran Bogor dan keberadaannya entah di mana kini jelas aku tak tahu. Dan aku butuh tahu, jujur saja. Sempat kupikir, apakah lelaki sunda selalu menyebalkan seperti Dilan, Pidi Baiq? Kalian selalu menggiurkan berkat segala yang kalian punya. Tolong untuk tidak berpikir negatif dengan diksi yang kugunakan. Tapi kalau demikian, terserah. Tak soal buatku.
Dia yang seperti Dilan, hanya sebentar mampir di hidupku yang kemarin. Tidak lama, tidak membosankan. Jujur, aku mau lagi. Ketagihan. Aku butuh. Juga rindu. Sangat dalam.
Beruntung sekali kau Milea, bisa "move on" dan melaju. Aku iri. Dan di sofa tempat aku duduk kini, menghadap ke lautan entah apa namanya- apartemen temanku di lantai dua puluh lima, wajar aku bisa melihat laut- kurasakan sepi yang entah kapan ujungnya aku temui.
Dia yang seperti Dilan, seperti belum terselesaikan saja. Dan ah, biar menjadi kenangan. Biarlah belum bisa "move on", tak apa, belum waktuku. Biarlah aku bebas merindukan dia yang seperti Dilan.
Dan, kau yang seperti Dilan, baik-baiklah di sana. Jangan larang aku merindukanmu. Jangan larang aku mendoakanmu.
Terimalah kasihku.
Terima kasih. :'( :-)
Makati, Friday, 19 February 2016.
Catatan: tulisan ini bukan "review" dari buku Pidi Baiq, percayalah ini hanya racauan saya semata setelah menghabiskan buku beliau tentang Milea dan Dilan benar-benar menggemaskan dan menghanyutkan! Jangan ikit meracau jika kau tak suka tulisanku. 😁
No comments:
Post a Comment